14 Maret 2013
Galian C dan Perumahan Perparah Banjir Lumpur
SEMARANG - Praktik pengerukan bukit atau biasa disebut
proyek penambangan galian C dan maraknya pembangunan perumahan di
Tembalang, disinyalir menjadi salah satu penyebab semakin parahnya banjir di
kawasan itu.
Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK)
Kecamatan Tembalang, Febriyanto mengatakan, ada dua kasus berbeda yang
mengakibatkan banjir di kawasan yang merupakan dataran tinggi tersebut.
Pertama, adalah galian C yang mengakibatkan banjir lumpur di kawasan Sigar
Bencah, Kelurahan Bulusan, dan Kelurahan Meteseh, Kecamatan Tembalang.
Sementara di Kelurahan Mangunharjo dan Sendangmulyo, banjir disinyalir terjadi
karena bukit Durenan Mangunharjo yang seharusnya jadi wilayah resapan, saat ini
sudah menjadi kawasan perumahan. Hal itu menyebabkan air hujan tak
terserap, akhirnya mengalir ke permukiman warga.
”Kami sudah survai ke beberapa titik banjir dan
bertemu warga. Dampak banjir paling parah adalah rusaknya infrastruktur jalan.
Karena air yang mengalir cukup deras dengan debit yang tinggi, mengakibatkan
ruas jalan rusak. Sedangkan di kawasan Sigar Bencah, lumpur dan material
bebatuan yang dibawa banjir ke jalan, sangat mengganggu pengguna jalan,”
katanya.
Sekretaris Kecamatan Tembalang, Arifin mengakui,
permasalahan galian C memang sudah menjadi masalah lama di wilayahnya. Pihaknya
tidak bisa melakukan kebijakan lebih, karena praktik galian C berada di lahan
milik TNI. Sementara untuk lahan perumahan, diakui Arifin bahwa perkembangan
bisnis perumahan di wilayahnya berjalan cukup pesat. Namun dia tak bisa
memberikan data jumlah pengembang perumahan serta perizinannya. ”Untuk kasus
banjir yang terjadi di beberapa wilayah, kami siap memfasilitasi warga untuk
mencari solusi penyelesaian. Mungkin dalam waktu dekat kami akan melakukan
koordinasi dengan lurah maupun pengembang perumahan,” tegasnya, Rabu (13/3).
Sebagai informasi, puncak banjir lumpur di wilayah
Tembalang terjadi Senin (11/3) malam. Banjir tersebut menggenangi jalan Sigar
Bencah, Kecamatan Tembalang.
Inilah banjir terparah sejak jalan tembus dirintis
untuk memperlancar akses Banyumanik-Klipang. Diperkirakan ribuan meter kubik
lumpur berasal dari kawasan yang lebih tinggi terbawa air hujan dan masuk ke
perkampungan. Paling parah genangan lumpur ada di halaman SPBU Sigar Bencah
sampai di pertigaan Jalan Prof Suharso dan Meteseh.
Luapan lumpur itu terbawa air dari kawasan atas, di
mana di sana sedang berlangsung pekerjaan galian, sehingga banyak tanah
menumpuk dan jika terjadi hujan deras dalam waktu lama, akan membawa material
lumpur ke bawah. Satu unit ekskavator sampai didatangkan untuk membersihkan
sampah berupa batang pohon dan belukar kering yang menyumpal bersama lumpur di
sekitar jalan. Pengurus SPBU terpaksa menutup usahanya sementara, untuk
memperlancar pembersihan lumpur. ”Sampahnya ada batang pohon dan alang-alang
kering, makanya menyumbat dan menyebabkan banjir air dan lumpur,” kata Amir,
penduduk Bulusan yang warungnya juga tergenang lumpur. (H71,H35-69)
Sumber : suaramerdeka.com
Tanggapan
Setiap daerah memiliki potensinya masing-masing. Pemanfaatan
potensi alam tersebut boleh untuk apa saja dan siapa saja, tetapi tetap
ada aturan dan norma yang hasrus di taati dan “disepakati”. Sungai yang
mengalir di bentangan alam ini juga menyediakan potensi yang bisa dimanfaatkan
salah satunya adalah bahan tambang galian C.
Galian
C adalah bahan tambang yang biasanya digunakan untuk pembangunan infrastruktur.
Baik bangunan pribadi, swasta maupun pemerintah. Salah satu contoh kongkrit
galian C yang berasal dari sungai adalah Batu, Koral, serta pasir sungai. Di
Kabupaten Bengkulu Utara Provinsi Bengkulu bahan galian C tersebut semuanya di
ekspolari dan kelola di aliran sungai oleh pihak swata. Pengelolaan oleh
swasta tersebut tentunya mendatangkan pemasukan bagi daerah, baik yang
berhubungan langsung dengan lokasi maupun pemerintah daerah. Bagi yang
berhubungan langsung dengan lokasi, seperti desa. Karena di lokasi galian C di
daerah ini berada sangat dekat dengan permukiman masyarakat (desa), maka
biasanya pihak pengelola memberikan kesempatan kepada masyarakat desa sekitar untuk
mencari nafkah dengan berkerja sebagai pekerja kasar “pengumpul batu” di
tambang galian C tersebut.
Pengelolaan
bahan tambang di daerah ini sudah berlangsung sejak puluhan tahun lalu.
Ketersediaan dan potensi bahan tambang ini memang cukup menjanjikan. Bahkan
sampai dengan detik ini ketersediaan batu koral dan pasir di lokasi tambang
galian C masih tersedia meskiupun sudah mulai menipis. Sebagaimana
potensi Sumber Daya Alam lainnya, Di kabupaten Bengkulu Utara Provinsi Bengkulu
ini memang sangat banyak potensi tambangnya seperti emas hitam atau batu bara
banyak sekali terdapat di daerah ini.
Untuk
mengekspolarsi bahan tambang Galian C tersebut dari dalam sungai, pihak
swasta atau pengelola menggunakan tenaga mesin berupa alat-alat berat seperti
buldoser dan eksapator. Buldoser biasanya digunakan untuk pengerjaan pada tahap
pertama atau land clearing untuk membangun akses jalan menuju lokasi ekplorasi
tersebut. Selanjutnya untuk melakukan pengerukan dari dalam aliran sungai maka
digunakanlah alat berat jenis lainya berupa eksapator. Semua pekerjaan yang
menggunakan mesin khususya alat-alat berat semuanya menggunakan tenaga operator
(didatangkan dari luar desa karena masyarakat desa umumnya tidak memiliki
keterampilan sebagai operator).
Selanjutnya
untuk jasa angkutan material tersebut sudah pasti menggunakan kenderaan berupa
truk-truk yang kesemuanya disedikan oleh pihak pengelola. Baik dari lokasi
eksplorasi maupun untuk sampai ke konsumen, dalam hal ini bisa masyarakat umum
bisa juga para kontraktor yang dalam proses pelaksanaan proyek baik itu proyek
pemerintah maupun pihak swasta.
Permasalahan
yang paling pertama muncul dari pengelolaan galian C di daerah ini adalah
kerusakan jalan yang dilalui oleh kenderaan pengangkut galian C tersebut dari
lokasi tambang menuju ke “konsumen”. Hal ini disebabkan karena kapasitas jalan
sebelum hadirnya galian C didaerah ini masih dilapisi dengan aspal kasar (bukan
Hotmik) sehingga tidak mampu untuk menahan beban diatasnya yang setiap hari
dilalui oleh truk-truk berbadan besar (Tonase muatan kenderaan tidak
sebanding dengan Tonase kelas jalan) sehingga satu-satunya jalan menuju desa
yang menjadi lokasi galian C tersebut rusak parah sehingga masyarakat susah
untuk menuju dan ke luar apabila menggunakan sepeda motor atau kenderaan roda
empat yang relatif kecil lainnya.
Permasalahan
yang kedua adalah pencemaran di daerah hilir dari lokasi galian C. Pencemaran
air yang terjadi terutama disebabkan oleh proses pengerukan material tersebut
dari dalam air, sehingga air menjadi keruh dan bercampur minyak sedangkan
sungai tersebut sebagian besar digunakan masyarakat sebagai sarana MC (Mandi
dan Cuci) dan masih ada juga beberapa masyarakat yang menggunakannya sebagai
sarana air bersih. Habitat yang ada di dalam air terutama ikan-ikan dan
berbagai mahluk hidup lainya juga ikut tergangu.
Kebisingan
yang ditimbulkan oleh aktivitas mesin pengolah batu Koral tersebut juga sangat
menggangu ketenangan alam perdesaan. Karena alam perdeasaan biasanya adalah
alam yang tenang berubah menjadi bisingnya suara mesin atau biasanya di sebut
Quarri pihak pengelola Tambang Galian C.
Karena
ketersediaan bahan galian C merupakan salah satu sumber daya alam yang tidak
bisa diperbaharui, maka permasalahan baru muncul. Habisnya bahan galian C dari
dalam sungai menyebabkan pihak perusahaan mulai melakukan ekspansi atau
perluasan ke lahan-lahan yang ada disepanjang sungai yang memiliki potensi
bahan galian C dibawahnya. Hal ini sudah mulai terjadi, dimana masyarakat yang
memiliki lahan disekitar lokasi tambang baik itu lahan pertanian pangan maupun
perkebunan yang dibawahnya memiliki potensi bahan tambang maka perusahaan
dengan berbagai trik rayuan berusaha untuk memberikan ganti rugi kepada pemilik
lahan yang mayoritas adalah masyarakat kecil yang tidak berpendidikan agar mau
“menjual” lahan mereka kepada pihak perusahaan. Secara langsung usaha untuk
ekspansi wilayah tersebut bertentangan dengan apa yang telah dikeluarkan ijinya
oleh pemerintah ke pengelolaan tambang galian C tersebut.