Rabu, 14 Mei 2014

Kasus Perumahan Di Kelurahan Tembalang

14 Maret 2013
Galian C dan Perumahan Perparah Banjir Lumpur

SEMARANG - Praktik pengerukan bukit atau biasa disebut proyek  penambangan galian C dan maraknya pembangunan perumahan di Tembalang, disinyalir menjadi salah satu penyebab semakin parahnya banjir di kawasan itu.  
Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) Kecamatan Tembalang, Febriyanto mengatakan, ada dua kasus berbeda yang mengakibatkan banjir di kawasan yang merupakan dataran tinggi tersebut. Pertama, adalah galian C yang mengakibatkan banjir lumpur di kawasan Sigar Bencah, Kelurahan Bulusan, dan Kelurahan Meteseh, Kecamatan Tembalang. Sementara di Kelurahan Mangunharjo dan Sendangmulyo, banjir disinyalir terjadi karena bukit Durenan Mangunharjo yang seharusnya jadi wilayah resapan, saat ini sudah menjadi kawasan perumahan. Hal itu menyebabkan  air hujan tak terserap, akhirnya mengalir ke permukiman warga.
”Kami sudah survai ke beberapa titik banjir dan bertemu warga. Dampak banjir paling parah adalah rusaknya infrastruktur jalan. Karena air yang mengalir cukup deras dengan debit yang tinggi, mengakibatkan ruas jalan rusak. Sedangkan di kawasan Sigar Bencah, lumpur dan material bebatuan yang dibawa banjir ke jalan, sangat mengganggu pengguna jalan,” katanya.
Sekretaris Kecamatan Tembalang, Arifin mengakui, permasalahan galian C memang sudah menjadi masalah lama di wilayahnya. Pihaknya tidak bisa melakukan kebijakan lebih, karena praktik galian C berada di lahan milik TNI. Sementara untuk lahan perumahan, diakui Arifin bahwa perkembangan bisnis perumahan di wilayahnya berjalan cukup pesat. Namun dia tak bisa memberikan data jumlah pengembang perumahan serta perizinannya. ”Untuk kasus banjir yang terjadi di beberapa wilayah, kami siap memfasilitasi warga untuk mencari solusi penyelesaian. Mungkin dalam waktu dekat kami akan melakukan koordinasi dengan lurah maupun pengembang perumahan,” tegasnya, Rabu (13/3).
Sebagai informasi, puncak banjir lumpur di wilayah Tembalang terjadi Senin (11/3) malam. Banjir tersebut menggenangi jalan Sigar Bencah, Kecamatan Tembalang.
Inilah banjir terparah sejak jalan tembus dirintis untuk memperlancar akses Banyumanik-Klipang. Diperkirakan ribuan meter kubik lumpur berasal dari kawasan yang lebih tinggi terbawa air hujan dan masuk ke perkampungan. Paling parah genangan lumpur ada di halaman SPBU Sigar Bencah sampai di pertigaan Jalan Prof Suharso dan Meteseh.
Luapan lumpur itu terbawa air dari kawasan atas, di mana di sana sedang berlangsung pekerjaan galian, sehingga banyak tanah menumpuk dan jika terjadi hujan deras dalam waktu lama, akan membawa material lumpur ke bawah. Satu unit ekskavator sampai didatangkan untuk membersihkan sampah berupa batang pohon dan belukar kering yang menyumpal bersama lumpur di sekitar jalan. Pengurus SPBU terpaksa menutup usahanya sementara, untuk memperlancar pembersihan lumpur. ”Sampahnya ada batang pohon dan alang-alang kering, makanya menyumbat dan menyebabkan banjir air dan lumpur,” kata Amir, penduduk Bulusan yang warungnya juga tergenang lumpur. (H71,H35-69)
Sumber : suaramerdeka.com


Tanggapan

Setiap daerah memiliki potensinya masing-masing. Pemanfaatan potensi  alam tersebut boleh untuk apa saja dan siapa saja, tetapi tetap ada aturan dan norma yang hasrus di taati dan “disepakati”.  Sungai yang mengalir di bentangan alam ini juga menyediakan potensi yang bisa dimanfaatkan salah satunya adalah bahan tambang galian C.

Galian C adalah bahan tambang yang biasanya digunakan untuk pembangunan infrastruktur. Baik bangunan pribadi, swasta maupun pemerintah. Salah satu contoh kongkrit galian C yang berasal dari sungai adalah Batu, Koral, serta pasir sungai. Di Kabupaten Bengkulu Utara Provinsi Bengkulu bahan galian C tersebut semuanya di ekspolari dan kelola di aliran sungai oleh pihak swata.  Pengelolaan oleh swasta tersebut tentunya mendatangkan pemasukan bagi daerah, baik yang berhubungan langsung dengan lokasi maupun pemerintah daerah. Bagi yang berhubungan langsung dengan lokasi, seperti desa. Karena di lokasi galian C di daerah ini berada sangat dekat dengan permukiman masyarakat (desa), maka biasanya pihak pengelola memberikan kesempatan kepada masyarakat desa sekitar untuk mencari nafkah dengan berkerja sebagai pekerja kasar “pengumpul batu” di tambang galian C tersebut.
Pengelolaan bahan tambang di daerah ini sudah berlangsung sejak puluhan tahun lalu. Ketersediaan dan potensi bahan tambang ini memang cukup menjanjikan. Bahkan sampai dengan detik ini ketersediaan batu koral dan pasir di lokasi tambang galian C masih tersedia meskiupun sudah mulai menipis.  Sebagaimana potensi Sumber Daya Alam lainnya, Di kabupaten Bengkulu Utara Provinsi Bengkulu ini memang sangat banyak potensi tambangnya seperti emas hitam atau batu bara banyak sekali terdapat di daerah ini.
Untuk mengekspolarsi bahan tambang Galian C  tersebut dari dalam sungai, pihak swasta atau pengelola menggunakan tenaga mesin berupa alat-alat berat seperti buldoser dan eksapator. Buldoser biasanya digunakan untuk pengerjaan pada tahap pertama atau land clearing untuk membangun akses jalan menuju lokasi ekplorasi tersebut. Selanjutnya untuk melakukan pengerukan dari dalam aliran sungai maka digunakanlah alat berat jenis lainya berupa eksapator. Semua pekerjaan yang menggunakan mesin khususya alat-alat berat semuanya menggunakan tenaga operator (didatangkan dari luar desa karena masyarakat desa umumnya tidak memiliki keterampilan sebagai operator).
Selanjutnya untuk jasa angkutan material tersebut sudah pasti menggunakan kenderaan berupa truk-truk yang kesemuanya disedikan oleh pihak pengelola. Baik dari lokasi eksplorasi maupun untuk sampai ke konsumen, dalam hal ini bisa masyarakat umum bisa juga para kontraktor yang dalam proses pelaksanaan proyek baik itu proyek pemerintah maupun pihak swasta.
Permasalahan yang paling pertama muncul dari pengelolaan galian C di daerah ini adalah kerusakan jalan yang dilalui oleh kenderaan pengangkut galian C tersebut dari lokasi tambang menuju ke “konsumen”. Hal ini disebabkan karena kapasitas jalan sebelum hadirnya galian C didaerah ini masih dilapisi dengan aspal kasar (bukan Hotmik) sehingga tidak mampu untuk menahan beban diatasnya yang setiap hari dilalui oleh truk-truk berbadan besar  (Tonase muatan kenderaan tidak sebanding dengan Tonase kelas jalan) sehingga satu-satunya jalan menuju desa yang menjadi lokasi galian C tersebut rusak parah sehingga masyarakat susah untuk menuju dan ke luar apabila menggunakan sepeda motor atau kenderaan roda empat yang relatif kecil lainnya.
Permasalahan yang kedua adalah pencemaran di daerah hilir dari lokasi galian C. Pencemaran air yang terjadi terutama disebabkan oleh proses pengerukan material tersebut dari dalam air, sehingga air menjadi keruh dan bercampur minyak sedangkan sungai tersebut sebagian besar digunakan masyarakat sebagai sarana MC (Mandi dan Cuci) dan masih ada juga beberapa masyarakat yang menggunakannya sebagai sarana air bersih. Habitat yang ada di dalam air terutama ikan-ikan dan berbagai mahluk hidup lainya juga ikut tergangu.
Kebisingan yang ditimbulkan oleh aktivitas mesin pengolah batu Koral tersebut juga sangat menggangu ketenangan alam perdesaan. Karena alam perdeasaan biasanya adalah alam yang tenang berubah menjadi bisingnya suara mesin atau biasanya di sebut Quarri pihak pengelola Tambang Galian C.
Karena ketersediaan bahan galian C merupakan salah satu sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui, maka permasalahan baru muncul. Habisnya bahan galian C dari dalam sungai menyebabkan pihak perusahaan mulai melakukan ekspansi atau perluasan ke lahan-lahan yang ada disepanjang sungai yang memiliki potensi bahan galian C dibawahnya. Hal ini sudah mulai terjadi, dimana masyarakat yang memiliki lahan disekitar lokasi tambang baik itu lahan pertanian pangan maupun perkebunan  yang dibawahnya memiliki potensi bahan tambang maka perusahaan dengan berbagai trik rayuan berusaha untuk memberikan ganti rugi kepada pemilik lahan yang mayoritas adalah masyarakat kecil yang tidak berpendidikan agar mau “menjual” lahan mereka kepada pihak perusahaan. Secara langsung usaha untuk ekspansi wilayah tersebut bertentangan dengan apa yang telah dikeluarkan ijinya oleh pemerintah ke pengelolaan tambang galian C tersebut.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar